Coba kita lihat dengan seksama segitiga pembagian jenjang dibawah ini. Ini sudah menjadi hal yang umum di dunia manajemen
saat ini. Dimana orang yang berada di jenjang paling atas dan lebih
sedikit jumlahnya dinamakan top manajemen atau pimpinan dari suatu
organisasi, lembaga, atau sekumpulan orang2.
Menjadi seorang pemimpin berarti kita memiliki kekuasaan untuk
mengatur jalannya suatu organisasi dan memiliki wewenang lebih untuk
mengatur orang –orang yang berada dibawahnya. Dengan menjadi seorang
pemimpin juga kita akan mendapat lebih banyak popularitas dan pengakuan
dari orang lain dibandingkan bila kita tidak menjadi seorang pemimpin.
Hal ini sekilas menggiurkan dan menyenangkan sehingga banyak orang yang
berlomba-lomba bahkan menghalalkan segala macam cara untuk menjadi
seorang pemimpin yang memiliki kekuasaaan ,semata – mata untuk memenuhi
ambisi pribadinya.
Sahabat, tapi tahukah kalau kita coba melihat dari sisi lain dan
merenunginya lebih dalam ternyata yang ada dalam menjadi pemimpin itu
bukan selalu hal-hal yang menyenangkan dan mudah. Bukan jalan yang lurus
dan tanpa rintangan apalagi bertabur bunga. Coba kita balik segitiga
tadi dan renungi lagi maknannya dengan seksama.
Ternyata dibalik semua topeng-topeng kebahagiaan semu yang ada pada
jabatan dan kekuasaan, tersimpan suatu tanggung jawab yang sangat besar,
jika kita analogikan dengan segitiga itu maka orang – orang yang
menjadi pemimpin (sekarang dibawah) adalah orang yang bertanggung jawab
atas segala hal yang terjadi pada orang-orang yang dipimpmpinnya.
Kalau pemimpin itu meminpin 3 orang , maka dia harus bertanggung
jawab memikul beban 3 orang tersebut , klo dia memimpin 9000, 12000,
bahkan 200 juta orang??? Luar biasa tanggung jawab dan beban yang dia
pikul. Itu baru dari sisi manusia yang kita pimpin, ternyata kalau
diingat lagi kita sebagai khalifah di muka bumi juga “dititipi” untuk
memimpin dan menjaga alam ini.
Maka dapat kita maklumi perkataan Umar dalam memaknai tanggung jawab kepemimpinan ini “Seandainya ada anak kambing mati di tepian sungai eufrat, maka Umar merasa takut diminta pertanggungjawaban oleh Allah” dan “Aku
telah berjanji pada diriku sendiri , aku tidak akan makan minyak samin
dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya”
“With great power comes great responsibility.”
Menjadi pemimpin memang bukan hal yang mudah, dengan tanggung jawab yang besar ini apakah kita tidak dapat memikulnya?
Simak firman Allah berikut ini
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka
berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa
yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir”.(TQS 2:286)
Walaupun begitu memang tanggung jawab yang besar ini terkadang tidak bisa kita tanggung sendiri, maka
“Dari Abu Hurairah: ‘Aku (Abu Hurairah) tidak pernah
melihat seorang yang palng banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya
kecuali Rasulullah saw.’ (HR.Tirmidzi)
InsyaAllah dengan selalu menyadari tanggung jawab kita, selalu
meningkatkan kapasitas diri kita, saling membantu satu sama lain, dan
yang paling utama dengan selalu meminta pertolongan dari Allah, kita
dapat memikul beban – beban kepemimpinan yang ada dipundak kita.
Wallahu A’lam.
Dikutip dari -Agung Pandi Nugroho-